Tugas IBD ke - 2
1. Jelaskan pengertian Mitos, legenda, dan cerita rakyat?
2. Berikan contoh dari masing-masing pengertian tersebut?
3. Bagaimana manusia memperoleh pengetahuan?
4. Bagaimana manusia begitu menerima mitos?
Jawab :
1.Jelaskan Pengertian Mitos, Legenda dan Cerita Rakyat ?
Jawab :
Mitos
adalah adalah satu cerita, pendapat atau anggapan dalam sebuah
kebudayaan yang dianggap mempunyai kebenaran mengenai suatu perkara yang
pernah berlaku pada suatu masa dahulu, yang kebenarannya belum tentu
benar adanya.
Legenda adalah cerita rakyat pada zaman dahulu yang ada hubungannya dengan peristiwa sejarah.
Cerita
Rakyat adalah cerita pada masa lampau yang menjadi ciri khas setiap
bangsa yang memiliki kultur budaya yang beraneka ragam mencakup kekayaan
budaya dan sejarah yang dimiliki masing-masing bangsa.
http://elib.unikom.ac.id/files/disk1/456/jbptunikompp-gdl-dwiayuagus-22780-2-unikom_d-i.pdf
http://id.wikipedia.org/wiki/Legenda
http://www.adicita.com/artikel/detail/id/202/Pengertian-Legenda-Cerita-Rakyat
2. Berikan Contoh mengenai Mitos, Legenda, dan Cerita Rakyat ?
Contoh Mitos yang ada di Indonesia :
1. Cerita terjadinya mado-mado atau marga di Nias (Sumatra Utara)
2. Cerita barong di Bali.
3. Cerita pemindahan Gunung Suci Mahameru di India oleh para dewa ke Gunung Semeru yang dianggap suci oleh orang Jawa dan Bali.
4. Cerita Nyai Roro Kidul (Ratu Laut Selatan)
5. Cerita Joko Tarub
6. Cerita Dewi Nawangwulan
7. Dan lain sebagainya
Berikut adalah contoh Mitos - Dewi Padi atau Dewi Sri -
Cerita
mitologi yang paling luas persebarannya hampir di seluruh Asia Tenggara
adalah mitologi Dewi Padi atau Dewi Sri. Yaitu cerita tentang asal usul
beras yang dikaitkan dengan cerita Dewi Sri. Hampir seluruh daerah di
Indonesia, mitologi tentang beras selalu dikaitkan dengan cerita Dewi
Sri. Walaupun tema ceritanya sama, yaitu Dewi Sri, tetapi setiap daerah
memiliki cerita yang berbeda tentang tokoh Dewi Sri ini. Baiklah,
berikut ini akan sedikit disampaikan cerita tentang Dewi Sri dengan
versi cerita yang berbeda. Menurut versi di daerah Surabaya, Dewi Sri
adalah seorang putri dari Kerajaan Purwacarita. Ia mempunyai seorang
saudara laki-laki yang bernama Sadana. Pada suatu hari selagi tidur,
kedua anak raja itu disihir oleh ibu tiri mereka. Sadana diubah menjadi
seekor burung layang-layang, dan Sri diubah menjadi ular sawah. Dengan
demikian, Sri menjadi dewi padi dan kesuburan.
Ada pula daerah
lain, memili versi yang berbeda tentang cerita Dewi Sri. Menurut
ceritanya, padi berasal dari jenazah Dewi Sri, istri Dewa Wisnu. Selain
padi masih ada tanaman-tanaman lainnya, yang juga berasal dari jenazah
Dewi Sri. Dari tubuhnya tumbuh pohon aren, dari kepalanya tumbuh pohon
kelapa, dari kedua tangannya tumbuh pohon buah-buahan, dan dari kedua
kakinya tumbuh tanaman akar-akaran seperti ubi jalar dan ubi talas. Dewi
Sri meninggal karena dirongrong terus-menerus oleh raksasa yang bernama
Kala Gumarang. Raksasa ini wataknya sangat keras hati, sehingga setelah
meninggal ia masih berkesempatan untuk menjelma menjadi rumput liar,
yang selalu mengganggu tanaman padi (jelmaan Dewi Sri), yang menjadi
kecintaannya itu.
Dari contoh mitologi tentang Dewi Sri
tersebut, menunjukkan bagaimana masyarakat pada masa sebelum tulisan
menjelaskan tentang asal usul padi sebagai suatu bentuk kejadian alam.
Kita tidak bisa melacak dengan menggunakan sumber-sumber tertulis, sebab
tidak ditemukan sumber-sumbernya. Yang kita temukan adalah suatu cerita
rakyat tentang Dewi Sri dalam bentuk tradisi lisan. Cerita ini sudah
mengalami pewarisan dari generasi ke generasi. Bahkan sampai sekarang di
beberapa daerah, tokoh Dewi Sri dianggap sebagai dewi yang memberi
kesuburan pada penanaman padi, sehingga kalau habis panen diadakan
upacara sebagai bentuk ucapan terima kasih kepada Dewi Sri.
http://www.sentra-edukasi.com/2011/06/pengertian-dan-contoh-contoh-mitos-di.html
Contoh Legenda
1. Akhir Riwayat Sang Lutung
2. Aladin dan Lampu Ajaib
3. Kisah Sang Pemalas Dengan Abu Hanifah
4. Legenda Ikan Patin
berikut adalah sepenggal cerita Legenda Ikan Patin
Alkisah,
pada zaman dahulu kala, di Tanah Melayu hiduplah seorang nelayan tua
yang bernama Awang Gading. Ia tinggal seorang diri di tepi sebuah sungai
yang luas dan jernih. Walaupun hidup seorang diri, Awang Gading selalu
merasa bahagia. Ia mensyukuri setiap nikmat yang diberikan Tuhan
kepadanya. Pekerajaan sehari-harinya adalah menangkap ikan di sungai dan
mencari kayu di hutan.
Suatu sore, sepulang dari
hutan, Awang Gading pergi mengail di sungai. “Ah, semoga hari ini aku
mendapat ikan besar,” gumam Awang Gading. Usai melemparkan kailnya ke
dalam air, ia berdendang sambil menunggu kailnya. Berapa saat kemudian,
umpannya pun di makan ikan. Dengan hati-hati disentakkannya kail itu.
Apa yang terjadi? Ternyata ikannya terlepas. Lalu dipasangnya lagi umpan
pada mata kailnya. Berkali-kali umpannya di makan ikan, namun saat
kailnya ditarik, ikannya terlepas lagi.
“Air pasang telan ke insang
Air surut telan ke perut
Renggutlah…!
Biar putus jangan rabut,”
terdengar dendang Awang Gading sambil melempar pancingnya kembali.
Hari
sudah mulai gelap. Namun, tak seekor ikan pun yang diperolehnya.
“Rupanya, aku belum beruntung hari ini,” gumam Awang Gading. Usai
bergumam, Awang Gading pun bergegas pulang. Namun, baru saja melangkah,
tiba-tiba ia mendegar tangisan bayi. Dengan perasaan takut, Awang Gading
mencari asal suara itu. Tak lama mencari, ia pun menemukan bayi
perempuan yang mungil tergolek di atas batu. Tampaknya bayi itu baru
saja dilahirkan oleh ibunya. Anak siapa gerangan? Kasihan, ditinggal
seorang diri di tepi sungai,” Ucap Awang Gading dalam hati. Oleh karena
merasa iba, dibawanya bayi itu pulang ke gubuknya.
Malam
itu juga Awang Gading membawa bayi ke rumah tetua kampung. “Awang,
berbahagialah, karena kamu dipercaya raja penghuni sungai untuk
memelihara anaknya. Rawatlah ia dengan baik,” Tetua Kampung berpesan.
“Terima kasih, Tetua! Saya akan merawat bayi ini dengan baik. Semoga
kelak menjadi anak yang cerdas dan berbudi pekerti yang baik,” jawab
Awang Gading mengharap.
Keesokan harinya, Awang Gading
mengadakan selamatan atas hadirnya bayi di tengah kehidupannya. Ia
mengundang seluruh tetangganya. Awang Gading memberi nama bayi itu
Dayang Kumunah. Usai acara tersebut, Awang Gading menimang-nimang sang
bayi sambil mendendang, “Dayang sayang, anakku seorang…Cepatlah besar
menjadi gadis dambaan.”
Kehadiran Dayang Kumunah dalam
kehidupannya, membuat Awang Gading semakin giat bekerja. Ia sangat
sayang dan perhatian terhadap Dayang. Awang Gading juga membekali Dayang
Kumunah berbagai ilmu pengetuhan dan pelajaran budi pekerti. Setiap
hari ia juga mengajak Dayang pergi mengail atau mencari kayu di hutan
untuk mengenal kehidupan alam lebih dekat.
Waktu terus
berjalan. Dayang Kumunah tumbuh menjadi gadis yang sangat cantik dan
berbudi pekerti luhur. Ia juga sangat rajin membantu ayahnya. Namun
sayang, Dayang Kumunah tidak pernah tertawa.
Suatu
hari, seorang pemuda tampan dan kaya lewat di depan rumah Dayang. Pemuda
itu bernama Awangku Usop. Saat melihat Dayang Kumunah sedang menjemur
pakaian, Awangku Usop langsung jatuh hati kepadanya dan berniat untuk
segera meminangnya.
Beberapa hari kemudian, Awangku Usop meminang Dayang Kumunah pada Awang Gading.
“Maaf, Tuan! Nama saya Awangku Usop. Saya dari desa sebelah,” kata Usop memperkenalkan diri.
“Ada apa gerangan, Ananda Awangku Usop?” tanya Awang Gading.
“Saya ke mari hendak meminang putri Tuan” pinang Awangku Usop.
Awang
Gading tidak langsung memberikan jawaban. Keputusannya ada pada Dayang
Kumunah. Lalu ia meminta pendapat Dayang Kumunah. “Anakku, Dayang!
Bagaimana pendapatmu tentang pinangan Awangku Usop?” tanya Awang Gading
pada Dayang yang sedang duduk di sampingya. Dayang Kumunah langsung
menanggapi pinangan pemuda itu. “Kanda Usop, sebenarnya kita berasal
dari dua dunia yang berbeda. Saya berasal dari sungai dan mempunyai
kebiasaan yang berlainan dengan manusia. Saya bersedia menjadi istri
kanda Usop, tetapi dengan syarat, jangan pernah meminta saya untuk
tertawa,” pinta Dayang Kumunah. Awangku Usop menyanggupi syarat itu.
“Baiklah! Saya berjanji untuk memenuhi syarat itu,” kata Awangku Usop.
Seminggu
kemudian, mereka pun menikah. Pesta pernikahan mereka berlangsung
meriah. Semua kerabat dan tetangga kedua mempelai diundang. Para
undangan turut gembira menyaksikan kedua pasangan yang serasi tersebut.
Dayang Kumunah gadis yang sangat cantik dan Awangku Usop seorang pemuda
yang sangat tampan. Mereka pun hidup berbahagia, saling mencintai dan
saling menyayangi.
Namun, kebahagiaan mereka tidak
berlangsung lama. Beberapa minggu setelah mereka menikah, Awang Gading
meninggal dunia karena sakit. Dayang Kumunah sangat sedih kehilangan
ayah yang telah mendidik dan membesarkannya, meskipun bukan ayah
kandungnya sendiri. Hingga berbulan-bulan lamanya, hati Dayang Kumunah
diselimuti perasaan sedih. Untungnya, kesedihan itu segera terobati
dengan kelahiran anak-anaknya yang berjumlah lima orang. Kehadiran
mereka telah menghapus ingatan Dayang Kumunah kepada “ayahnya”. Ia pun
kembali bahagia hidup bersama suami dan kelima anaknya.
Namun,
Awang Usop merasa kebahagiaan mereka kurang lengkap sebelum melihat
Dayang Kumunah tertawa. Memang, sejak pertama kali bertemu hingga kini,
Awang Usop belum pernah melihat istrinya tertawa.
Suatu
sore, Dayang Kumunah berkumpul bersama keluarganya di teras rumah. Saat
itu, si Bungsu mulai dapat berjalan dengan tertatih-tatih. Semua
anggota keluarga tertawa bahagia melihatnya, kecuali Dayang Kumunah.
Awang Usop meminta istrinya ikut tertawa. Dayang Kumunah menolaknya,
namun suaminya terus mendesak. Akhirnya ia pun menuruti keinginan
suaminya. Saat tertawa itulah, tiba-tiba tampak insang ikan di mulutnya.
Menyadari hal itu, Dayang Kumunah segera berlari ke arah sungai.
Awangku Usop beserta anak-anaknya heran dan mengikutinya.
Sesampainya
di tepi sungai, perlahan-lahan tubuh Dayang Kumunah menjelma menjadi
ikan dan segera melompat ke dalam air. Awang Usop pun baru menyadari
kekhilafannya. “Maafkan aku, istriku! Aku sangat menyesal telah
melanggar janjiku sendiri, karena memintamu untuk tertawa. Kembalilah ke
rumah, istriku!” bujuk Awangku Usop.
Namun, semua
sudah terlambat. Dayang Kumunah telah terjun ke sungai. Ia telah menjadi
ikan dengan bentuk badan cantik dan kulit mengilat tanpa sisik. Mukanya
menyerupai raut wajah manusia. Ekornya seolah-olah sepasang kaki
manusia yang bersilang. Orang-orang menyebutnya ikan patin.
Sebelum menyelam ke dalam air, Dayang Kumunah berpesan kepada suaminya, “Kanda, peliharalah anak-anak kita dengan baik.”
Awangku
Usop dan anak-anaknya sangat bersedih melihat Dayang Kumunah yang
sangat mereka cintai itu telah menjadi ikan. Mereka pun berjanji tidak
akan makan ikan patin, karena dianggap sebagai keluarga mereka. Itulah
sebabnya sebagian orang Melayu tidak makan ikan patin.
http://folktalesnusantara.blogspot.com/2008/12/legenda-ikan-patin.html
Contoh Cerita Rakyat
1. Roro Jonggrang
2. Timun Mas
3. Si Pitung
4. Legenda Danau Toba
5. Ber-Ibu Kandung Seekor Kucing
6. Batu Menangis
Berikut adalah sepenggal Cerita Rakyat Batu Menangis
Di
sebuah desa terpencil, tinggallah seorang gadis dan ibunya. Gadis itu
cantik. Sayang, dia sangat malas. Ia sama sekali tak mau membantu ibunya
mencari nafkah. Setiap hari gadis itu hanya berdandan. Setiap hari, ia
mengagumi kecantikannya di cermin. Selain malas, gadis itu juga manja.
Apa pun yang dimintanya, harus dikabulkan. Tentu saja keadaan ini
membuat ibunya sangat sedih.
Suatu hari Ibunya meminta anak
gadisnya menemaninya ke pasar. “Boleh saja, tapi aku tak mau berjalan
bersama-sama dengan Ibu. Ibu harus berjalan di belakangku,” katanya.
Walaupun sedih, ibunya mengiyakan. Maka berjalanlah mereka berdua
menuruni bukit beriringan. Sang gadis berjalan di depan, sang ibu
berjalan di belakang sambil membawa keranjang.
Walaupun mereka ibu
dan anak, mereka kelihatan berbeda. Seolah-olah mereka bukan berasal
dari keluarga yang sama. Bagaimana tidak? Anaknya yang cantik berpakaian
sangat bagus. Sedang ibunya kelihatan tua dan berpakaian sangat
sederhana.
Di perjalanan, ada orang menyapa mereka. “Hai gadis
cantik, apakah orang yang di belakangmu ibumu?” tanya orang itu. “Tentu
saja bukan. Dia adalah pembantuku,” kata gadis itu. Betapa sedihnya
ibunya mendengarnya. Tapi dia hanya diam. Hatinya menangis. Begitulah
terus menerus. Setiap ada orang yang menyapa dan menanyakan siapa wanita
tua yang bersamanya, si gadis selalu menjawab itu pembantunya.
Lama-lama
sang ibu sakit hatinya. Ia pun berdoa . “Ya, Tuhan, hukumlah anak yang
tak tahu berterima kasih ini,” katanya. Doa ibu itu pun didengarnya.
Pelan-pelan, kaki gadis itu berubah menjadi batu. Perubahan itu terjadi
dari kaki ke atas. “Ibu, ibu! Ampuni saya. Ampuni saya!” serunya panik.
Gadis itu terus menangis dan menangis. Namun semuanya terlambat. Seluruh
tubuhnya akhirnya menjadi batu. Walaupun begitu, orang masih bisa
melihatnya menitikkan air mata. Karenanya batu itu diberi nama “Batu
Menangis”
http://kumpulan-cerita-rakyat-dunia.blogspot.com/2011/02/batu-menangis-kalimantan-barat.html
3. Dari mana sajakah manusia mendapatkan sumber pengetahuan ?
Jawab :
1. Televisi
2. Buku
3. Internet
4. Majalah
5. Koran
6. Al-Quran
7. Dosen
8. Guru
9. Dakwah
10. Organisasi
Macam metode untuk memperoleh pengetahuan :
- Empirisme
Empirisme adalah suatu cara atau metode dalam filsafat yang mendasarkan cara memperoleh pengetahuan dengan melalui pengalaman.
- Rasionalisme
Rasionalisme berpendirian bahwa sumber pengetahuan terletak pada akal.
- Fenomenalisme
Bapak
Fenomenalisme adalah Immanuel Kant. Kant membuat uraian tentang
pengalaman. Barang sesuatu sebagaimana terdapat dalam dirinyan sendiri
merangsang alat inderawi kita dan diterima oleh akal kita dalam
bentuk-bentuk pengalaman dan disusun secara sistematis dengan jalan
penalaran. Karena itu kita tidak pernah mempunyai pengetahuan tentang
barang sesuatu seperti keadaanya sendiri, melainkan hanya tentang
sesuatu seperti yang menampak kepada kita, artinya, pengetahuan tentang
gejala (Phenomenon). Bagi Kant para penganut empirisme benar bila
berpendapat bahwa semua pengetahuan di dasarkan pada pengalaman-meskipun
benar hanya untuk sebagian. Tetapi para penganut rasionalisme juga
benar, karena akal memaksakan bentuk-bentuknya sendiri terhadap barang
sesuatu serta pengalaman.
- Intusionisme
Menurut
Bergson, intuisi adalah suau sarana untuk mengetahui secara langsung dan
seketika. Analisa, atau pengetahuan yang diperoleh dengan jalan
pelukisan, tidak akan dapat menggantikan hasil pengenalan secara
langsung dari pengetahuan intuitif.
Salah satu di antara
unsut-unsur yang berharga dalam intuisionisme Bergson ialah, paham ini
memungkinkan adanya suatu bentuk pengalaman di samping pengalaman yang
dihayati oleh indera. Dengan demikian data yang dihasilkannya dapat
merupakan bahan tambahan bagi pengetahuan di samping pengetahuan yang
dihasilkan oleh penginderaan. Kant masih tetap benar dengan mengatakan
bahwa pengetahuan didasarkan pada pengalaman, tetapi dengan demikian
pengalaman harus meliputi baik pengalaman inderawi maupun pengalaman
intuitif. Hendaknya diingat, intusionisme tidak mengingkati nilai
pengalaman inderawi yang biasa dan pengetahuan yang disimpulkan darinya.
Intusionisme – setidak-tidaknya dalam beberapa bentuk-hanya mengatakan
bahwa pengetahuan yang lengkap di peroleh melalui intuisi, sebagai lawan
dari pengetahuan yang nisbi-yang meliputi sebagian saja-yang diberikan
oleh analisa. Ada yang berpendirian bahwa apa yang diberikan oleh indera
hanyalah apa yang menampak belaka, sebagai lawan dari apa yang
diberikan oleh intuisi, yaitu kenyataan. Mereka mengatakan, barang
sesuatu tidak pernah merupakan sesuatu seperti yang menampak kepada
kita, dan hanya intuisilah yang dapat menyingkapkan kepada kita
keadaanya yang senyatanya.
- Pengalaman (emperi)
Empirisme
adalah suatu doktrin filsafat yang menekankan peranan pengalaman dalam
memperoleh pengetahuan dan mengecilkan peranan akal. Istilah empirisme
di ambil dari bahasa Yunani empeiria yang berarti coba-coba atau
pengalaman. Sebagai suatu doktrin empirisme adalah lawan dari
rasionalisme. Empirisme berpendapat bahwa pengetahuan tentang kebenaran
yang sempurna tidak diperoleh melalui akal, melainkan di peroleh atau
bersumber dari panca indera manusia, yaitu mata, lidah, telinga, kulit
dan hidung. Dengan kata lain, kebenaran adalah sesuatu yang sesuai
dengan pengalaman manusia. Tokoh-Tokoh Empirisme Aliran empirisme
dibangun oleh Francis Bacon (1210-1292) dan Thomas Hobes (1588-1679),
namun mengalami sistematisasi pada dua tokoh berikutnya, John Locke dan
David Hume.
- Akal (ratio)
Rasionalisme sangat
bertentangan dengan empirisme. Rasionalisme mengatakan bahwa pengenalan
yang sangat sejati berasal dari rasio, sehingga pengenalan inderawi
merupakan suatu bentuk pengenalan yang kabur. Lebih detail, Rasionalisme
adalah merupakan faham atau aliran yang berdasarkan rasio, ide-ide yang
masuk akal. Selain itu tidak ada sumber kebenaran yang hakiki.
http://mufiqhoo.blogspot.com/2011/01/memperoleh-ilmu-pengetahuan.html
4. Bagaimana manusia begitu menerima mitos?
-
Keterbatasan pengetahuan manusia, pada umunya manusia memperoleh
informasi dari cerita orang yang mengetahui akan suatu hal. Kemudian hal
ini bepindah telinga kepada manusia yang lain. yang menjadi masalah
adalah kebenaran tentang informasi atau pengetahuan yang muncul dan
telah menyebar tersebut.
- Keterbatasan manusia dalam
menalarkan sesuatu, ini dikarenakan kemampuan berpikir manusia pada saat
itu masih latih. Sehingga pemikiran yan dihasilkan dapat benar dan
dapat pula salah.
- Keingintahuan manusia yang telah
terpenuhi untuk sementara, mengadung pengertian bahwa ketika manusia
tlah mampu menalarkan sedikit hal yang ada dalam pikirannya maka
disitulah letak kepuasan manusia yang diterimanya secara intuisi.
-
Keterbatasan alat indera manusia, selain beberapa hal diatas
keterbatasan manusia terhadap bagaimana Ia menggunakan alat inderanay
masih terbatas sehingga jangkauan yang sangat detail dalam suatu
penciptaan hal yang baru masih bisa diragukan.
http://ifsindra.wordpress.com/2011/01/09/mitos-legenda-dan-cerita-rakyat/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar